Mulai hari ini
adik-adik kita sedang melaksanakan Ujian Nasional (UN). Selamat berjuang ya.
Tapi yang membuat saya miris ialah ketika salah satu keponakan saya ditawari
contekan lembar jawaban dengan harga mulai dari Rp250.000, Rp500.000, dan
seterusnya. Harga yang ditawarkan tergantung pada berapa nilai yang diinginkan
dari lembar jawaban tersebut.
Keponakan saya itu
bilang bahwa yang mengkoordinir untuk mendapatkan bocoran lembar jawaban ialah
murid, atau temannya sesama pelajar, dan bukan guru. Tapi saya tidak percaya
jika bocoran jawaban UN itu hanya dikoordinir oleh siswa tersebut. Saya yakin
guru dan kepala sekolah juga bermain dalam mafia tersebut. Bahkan tidak Cuma sekolah
itu saja, tapi juga pengawas sekolah dan pengawas ujian. Inilah mafia di UN
tersebut.
Terbukti ketika guru
keponakan saya itu kemudian bilang pada keponakan saya, bahwa dari satu kelas,
hanya enam orang yang tidak membeli lembar jawaban tersebut. Kalau guru
tersebut tidak terlibat dalam mafia pembocoran soal itu, bagaimana si guru
tersebut bisa tahu hanya ada enam orang murid yang tidak membeli bocoran
jawaban UN tersebut.
Seminggu kemudian saya
mendengar kabar bahwa murid satu kelas yang tidak membeli bocoran jawaban UN
itu tinggal tiga orang saja, termasuk keponakan saya tidak membelinya. Padahal
sebelumnya masih ada enam orang murid yang mempertahankan kejujuran tersebut.
Inilah yang membuat saya miris. Jika dibuat persentase, maka hanya 3% murid
yang jujur, dan 97% berbuat curang alias membeli bocoran lembar jawaban UN.
Praktek semacam ini
saya yakin juga terjadi di hampir semua sekolah. Terjadi diam-diam, tahu sama
tahu, dan tidak ada yang melaporkan. Ingin saya melaporkan hal tersebut, tapi
ya hukum di negeri ini tidak pernah tegas dan prosesnya berlarut-larut.
Pelaporan kecurangan semacam itu tidak bisa menjadi upaya preventif, tapi lebih
pada pembiaran praktek-praktek semacam itu.
Kenapa saya yakin
praktek itu juga terjadi di sekolah-sekolah lain? Karena ketika saya tanya pada
teman saya yang bapaknya pernah menjadi kepala sekolah, ternyata hal itu juga
terjadi di sekolah yang dipimpin teman saya tersebut. Beberapa guru dikoordinir
untuk menjawab soal UN kemudian jawabannya dibagikan ke murid-murid. Sang kepala
sekolah tentu ingin memenuhi target kelulusan anak didiknya, karena jika dia
gagal memenuhi target kelulusan, maka karirnya bisa terancam dan sekolah itu
dapat dikenai “sanksi” tidak tertulis atau pun tertulis.
UN yang semula digagas
untuk menjadi acuan pencapaian proses pendidikan, ternyata telah berubah
menjadi pendidikan pada murid untuk berbuat curang sejak dini. Sejak SD, SMP,
SMA, mereka diajar untuk curang saat UN. Kondisi ini tentu membentuk mentalitas
anak untuk menjadi orang yang curang, tidak jujur, suka mencari jalan pintas.
Hingga ketika dewasa, nilai-nilai tidak terpuji itu terwujud dalam
kecurangan-kecurangan dalam skala lebih besar.
Ketika dia mahasiswa,
dia akan membeli skripsi. Ketika melamar pekerjaan, misalnya mau jadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dia menyuap. Kemudian saat jadi pejabat, dia pun korupsi.
Maka jangan heran, korupsi di negeri ini sudah sangat sistematis karena memang
sejak SD, SMP, SMA, dan selanjutnya, anak didik diajarkan untuk berbuat curang
saat UN.
Jika Anda adalah
orangtua murid dan Anda melakukan tindakan dengan membeli bocoran jawaban UN,
maka sadarlah bahwa Anda telah mendidik anak Anda untuk menjadi koruptor baru
di negeri ini. Saya jadi teringat ketika kuliah di Universitas Gadjah Mada.
Saat itu ada beberapa teman saya yang memalsukan tandatangan absen. Kemudian
sang dosen memeriksa semua tandatangan kehadiran dengan memanggil nama satu per
satu.
Ketika dosen itu
mendapati bahwa ada beberapa nama yang tidak hadir, namun mengisi tanda tangan
kehadiran, dosen itu langsung mencoret nama mahasiswa itu dan melarangnya
mengikuti kuliah selanjutnya. Alias, mahasiswa itu harus mengulang dengan mengambil
mata kuliah tersebut pada semester selanjutnya. Dosen saya marah besar, sambil
mengatakan, “Negeri ini sudah terlalu banyak melahirkan koruptor. Ini adalah
benih-benih penipu dan koruptor. Anda semua tidak boleh seperti ini!”
Kembali ke masalah UN
yang sedang digelar mulai hari ini, wahai menteri pendidikan, para pengawas
pendidikan, para kepala sekolah dan para guru, sadarlah dengan situasi yang
terjadi saat ini. Kalau ada jaminan bahwa soal UN tidak akan bocor, bukan
berarti tidak ada mafia yang bermain. Memang, misalnya soal UN itu tidak bocor,
tapi ketika sampai di setiap sekolah dan dibagikan, ada beberapa pihak yang
kemudian bermain untuk membuat jawaban soal dan dibagikan ke murid-murid yang membayar
sejumlah uang untuk mendapatkan jawabannya.
Janganlah UN menjadi
lahan baru untuk menciptakan koruptor-koruptor baru secara sistematis di negeri
ini. Pecahkanlah masalah ini secara sistematis, bukan menutup mata atas apa
yang terjadi di semua sekolah di negeri ini saat pelaksanaan UN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar