Cari di Sini

Senin, 13 Juli 2015

Futuhul Ghaib (Bagian 41)

Syaikh Abdul Qadir AlJaelani menjelaskan, 

Akan kami paparkan bagimu sebuah misal tentang kelimpahan, dan kami berkata, "Tidakkah kau lihat seorang raja yang menjadikan seorang biasa sebagai gubernur kota tertentu, memberinya pakaian kehormatan, bendera, panji-panji dan tentara, sehingga ia merasa aman mulai yakin bahwa hal itu akan kekal, bangga dengannya, dan lupa akan keadaan sebelumnya. Ia terseret oleh kebanggaan, kesombongan, dan kesia-siaan. Maka, datanglah perintah pemecatan dari raja. Dan sang raja meminta penjelasan atas kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya dan pelanggarannya atas perintah dan larangannya. 

Lalu sang raja memenjarakannya di dalam sebuah penjara yang sempit dan gelap serta memperlama pemenjaraannya, dan orang itu terus menderita, terhina dan sengsara, akibat ketakabburan dan kesia-siaannya, dirinya hancur, api kehendaknya padam, dan semua ini terjadi di depan mata sang raja dan diketahuinya. 

Setelah itu ia menjadi kasihan terhadap orang itu, dan memerintahkan agar ia dibebaskan dari penjara, disertai kelembutan terhadapnya, dianugerahkan kembali pakaian kehormatan, dan dijadikannya kembali ia sebagai gubernur. Ia menganugerahkan semua ini kepada orang itu sebagai karunia. Kemudian ia menjadi teguh, bersih, berkecukupan dan terahmati.

Beginilah keadaan seorang beriman yang didekatkan dan dipilih-Nya. 
Ia bukakan di hadapan mata hatinya pintu-pintu kasih-sayang, kemurahan dan pahala. 

Maka, ia melihat dengan hatinya yang mata tidak pernah melihat, yang telinga tidak pernah mendengar, yang hati manusia tidak tau akan hal-hal ghaib dari kerajaan langit dan bumi, akan kedekatan dengan-Nya, akan kata manis, janji menyenangkan, limpahan kasih-sayang, akan diterimanya doa dan kebajikan, dan akan dipenuhinya janji serta kata-kata bijak bagi hatinya, yang menyatakan sendiri melalui lidahnya, dan dengan semua ini. 

Ia sempurnakan bagi orang ini karunia-karunia-Nya pada tubuhnya, yang berupa makanan, minuman, pakaian, isteri yang halal, hal-hal lain yang halal dan pemerhati terhadap hukum dan tindak pengabdian. Lalu, Allah memelihara keadaan ini bagi hamba beriman-Nya yang didekatkan kepada-Nya sampai sang hamba beriman-Nya yang didekatkan kepada-Nya sampai sang hamba merasa aman di dalamnya, terkecoh olehnya dan percaya bahwa hal itu kekal. 

Maka, Allah membukakan baginya pintu-pintu musibah, aneka kesulitan hidup, harta, isteri, anak, dan mencabut darinya segala karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya sebelum ini, sehingga ia terkulai, hancur dan terputus dari masyarakatnya.

Bila ia melihat keadaan-keadaan lahiriahnya, maka ia melihat hal-hal yang buruk baginya. Bila ia melihat hati dan jiwanya, maka ia melihat hal-hal yang menyedihkannya. Jika ia memohon kepada Allah untuk menjauhkan kesulitannya, maka permohonannya itu tidak diterima. 

Jika ia memohon janji baik, ia tidak segera mendapatkannya. Jika ia berjanji, ia tidak tau tentang pemenuhannya. Bila ia bermimpi, ia tidak bisa menafsirkannya dan tidak tau tentang kebenarannya. Bila ia bermaksud kembali kepada manusia, ia tidak mendapatkan sarana untuk itu. Bila ada sesuatu pilihan baginya dan ia bertindak berdasarkan pilihan itu, maka ia segera tersiksa, tangan-tangan orang memegang tubuhnya, dan lidah-lidah mereka menyerang kehormatannya.

Bila ia hendak melepaskan dirinya dari keadaan ini, dan kembali kepada keadaan sebelumnya, ia gagal. Bila ia memohon agar dikaruniakan pengabdian, ketercerahan dan kebahagiaan di tengah-tengah musibah yang dialaminya, permohonannya itu pun tidak diterima.

Maka, dirinya mulai meleleh, hawa nafsunya mulai sirna, maksud-maksud serta kerinduan-kerinduannya mulai pupus, dan kemaujudan segala suatu menjadi tiada. Keadaannya ini diperpanjang dan kian hebat, hingga sang hamba berlalu dari sifat-sifat manusia. Tinggallah ia sebagai ruh. Ia mendengar panggilan jiwa kepadanya:"Hentakanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum." (QS 38:42)

Sebagaimana panggilan kepada Nabi Ayub as. Lalu Allah mengalirkan samudera kasih-sayang dan kelembutan-Nya ke dalam hatinya, menggelorakannya dengan kebahagiaan, aroma harum pengetahuan tentang hakikat dan ketinggian pengetahuan-Nya, membukakan baginya pintu-pintu nikmat dalam segala keadaan hidup, membuat para raja mengabdi kepadanya, menyempurnakan baginya nikmat-nikmat-Nya lahiriah dan rohaniah, menyempurnakan lahiriahnya melalui makhluk dan rahmat-rahmat lain-Nya, menyempurnakan rohaninya dengan kelembutan dan karunia-Nya, dan membuat keadaan ini berkesinambungan baginya, hingga ia menghadap-Nya. 

Kemudian Ia memasukkannya ke dalam yang mata tidak pernah melihat, yang telinga tidak pernah mendengar dan yang tidak pernah tersirat dalam hati manusia, sebagaimana firman-Nya:
"Tiada jiwa yang tau yang disembunyikan bagi mereka, yang akan mengenakkan mata mereka, balasan bagi yang telah mereka perbuat." (QS 32:17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar